Bagaimana Membuat Puisi yang Baik? Itulah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh Nektarity. Puisi yang tercipta pastilah mengandung kisah di dalamnya. Sebab dalam puisi harus ada tema, persoalan, gagasan atau apa saja yang berkaitan. Puisi tercipta tentu ada makna tersendiri serta urutan atau baris yang menguatkan unsur dalam puisi tersebut.
Dalam menulis puisi seseorang penulis harus peka dengan apa yang hendak ditulis dengan daya kreatif dan bersifat seni. Suatu misal, jika penulis hendak menulis puisi tentang ke-Tuhan-an. Pilih tajuk dulu atau penulis akan kehilangan sebuah insang logika puisi terkait. Tapi juga harus ada ide untuk menulis. Kita ambil contoh puisi yang ditulis oleh Sutardji C. Bachri yang berjudul “Kucing”. Betapa orang yang mendengar akan merasa bingung dengan kehadiran “sang kucing”. Namun, layaknya Ibrahim, Sutardji mencari dan mencari tuhan melalui puisinya.
Bahasa yang baik dalam puisi akan membentuk diksi tersebut menjadi bersifat harmoni dan mudah mengalir dalam diri penulis atau khalayak pembaca. Satu hal lagi, puisi harus difahami penulisnya. Kalau penulis tidak faham apa yang ditulisnya, bagaimana pula dengan pembaca?
Setiap diksi, bait, baris puisi tidak seperti gurindam, syair atau sebagainya karena puisi bebas dengan rimanya, tapi jika penulis mampu mengolahnya dengan rima serta diksi yang tepat ia akan membuat puisi tersebut lebih baik.
Anggapan sekian banyak orang sukar dalam menghayati puisi, itu dikarenakan kedangkalan logika berpikirnya. Karena puisi yang dibaca kadangkala sukar untuk dihayati. Kenapa? Karena kita masih mencari perlambangan atau diksi atau apa saja yang tepat tentang puisi tersebut.
Ingat! puisi yang baik tidak menggurui pembaca, tapi membuat pembaca berfikir dan terus berfikir.
Puisi harus dimaknakan dengan selera pembaca. Dalam kata lain puisi yang baik akan dimaknakan berlapis-lapis dalam maknanya. Penulis puisi harus menentukan sasaran puisinya. Jika hendak menulis puisi remaja harus menggunakan bahasa yang remaja sifatnya. Begitu juga dengan puisi kanak-kanak. Namun puisi yang bersifat umum kita tidak memikirkan semua itu. Apa yang dikatakan puisi itu sebagai makna yang tersendiri untuk menghantar apa saja ideanya dalam puisi untuk dibaca, dihayati oleh pembaca.
Puisi yang menempati citarasa kita seringkali tidak sesuai dengan citarasa pembaca. Tapi penulis tidak harus prejudis dalam persoalan itu karena puisi yang baik pada akhirnya akan diakui juga.
Ramai yang beranggapan menulis puisi itu seperti berangan-angan dulu baru dapat menulis puisi. Menulis puisi memerlukan apa saja yang berlaku di sekeliling kita atau tempat yang pernah kita lawati sehingga derita rasa kita dapat menulis puisi. Mungkinkah kita harus menderita dulu untuk membuat puisi bertema kesedihan?
Tidak! Puisi adalah sesuatu yang murni. Segala yang tertulis dalam teks selalu berhubungan dengan makna yang terkandung dalam teks itu. Dalam puisi kita memerlukan apa saja kemampuan kita untuk mengeluarkan idea, gagasan, rasa yang terpendam atau apa saja yang berkaitan dengan puisi yang hendak kita tulis. Jadi imajinasi adalah sesuatu yang alpa dalam penulisan puisi.
Puisi yang bersifat positif, harus mengetengahkan ide yang benar atau apa saja yang berkaitan dengan kebaikan, keluhuran, kebeningan dengan penuh rasa kesederhanaan. Bahasa dalam puisi tidak semestinya bahasa yang tinggi, tapi sarat dengan kesederhanaan dalam puisi.
Perlu ada daya kelembutan bahasa yang serba harmonis sifatnya. Puisi yang baik tidak mengabaikan tatabahasa. Namun, terkadang bahasa puisi telah tergolong sendiri sesuai dengan selera penulis dan sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis. Banyak yang membuat pembaharuan dalam teknik penyampaian, tanpa meninggalkan etika bahasa itu sendiri.
Salam Nektarity :)
Referensi:
Waluyo, Herman J. 1987. Teori Puisi dan Apresiasinya. Airlangga.
Darma, Budi. 1984. Sejumlah Esai Sastra. PT Karya Unipress.
Bachri, Soetardji Colzoum. 2001. O, Amuk, Kapak. Horison.
Rosidi, Adjib. 1995. Sastra dan Budaya (Kedaerahan dalam Keindonesiaan). Pustaka Jaya
Ikram, Achdiati, Ed. 1988. Bungan Rampai Bahasa, Sastra dan Budaya. Intermasa
__________2000. Sumber Terpilih Sejarah Sastra Abad XXI. Kepustakaan Populer Gramedia
Dalam menulis puisi seseorang penulis harus peka dengan apa yang hendak ditulis dengan daya kreatif dan bersifat seni. Suatu misal, jika penulis hendak menulis puisi tentang ke-Tuhan-an. Pilih tajuk dulu atau penulis akan kehilangan sebuah insang logika puisi terkait. Tapi juga harus ada ide untuk menulis. Kita ambil contoh puisi yang ditulis oleh Sutardji C. Bachri yang berjudul “Kucing”. Betapa orang yang mendengar akan merasa bingung dengan kehadiran “sang kucing”. Namun, layaknya Ibrahim, Sutardji mencari dan mencari tuhan melalui puisinya.
Bahasa yang baik dalam puisi akan membentuk diksi tersebut menjadi bersifat harmoni dan mudah mengalir dalam diri penulis atau khalayak pembaca. Satu hal lagi, puisi harus difahami penulisnya. Kalau penulis tidak faham apa yang ditulisnya, bagaimana pula dengan pembaca?
Setiap diksi, bait, baris puisi tidak seperti gurindam, syair atau sebagainya karena puisi bebas dengan rimanya, tapi jika penulis mampu mengolahnya dengan rima serta diksi yang tepat ia akan membuat puisi tersebut lebih baik.
Anggapan sekian banyak orang sukar dalam menghayati puisi, itu dikarenakan kedangkalan logika berpikirnya. Karena puisi yang dibaca kadangkala sukar untuk dihayati. Kenapa? Karena kita masih mencari perlambangan atau diksi atau apa saja yang tepat tentang puisi tersebut.
Ingat! puisi yang baik tidak menggurui pembaca, tapi membuat pembaca berfikir dan terus berfikir.
Puisi harus dimaknakan dengan selera pembaca. Dalam kata lain puisi yang baik akan dimaknakan berlapis-lapis dalam maknanya. Penulis puisi harus menentukan sasaran puisinya. Jika hendak menulis puisi remaja harus menggunakan bahasa yang remaja sifatnya. Begitu juga dengan puisi kanak-kanak. Namun puisi yang bersifat umum kita tidak memikirkan semua itu. Apa yang dikatakan puisi itu sebagai makna yang tersendiri untuk menghantar apa saja ideanya dalam puisi untuk dibaca, dihayati oleh pembaca.
Puisi yang menempati citarasa kita seringkali tidak sesuai dengan citarasa pembaca. Tapi penulis tidak harus prejudis dalam persoalan itu karena puisi yang baik pada akhirnya akan diakui juga.
Ramai yang beranggapan menulis puisi itu seperti berangan-angan dulu baru dapat menulis puisi. Menulis puisi memerlukan apa saja yang berlaku di sekeliling kita atau tempat yang pernah kita lawati sehingga derita rasa kita dapat menulis puisi. Mungkinkah kita harus menderita dulu untuk membuat puisi bertema kesedihan?
Tidak! Puisi adalah sesuatu yang murni. Segala yang tertulis dalam teks selalu berhubungan dengan makna yang terkandung dalam teks itu. Dalam puisi kita memerlukan apa saja kemampuan kita untuk mengeluarkan idea, gagasan, rasa yang terpendam atau apa saja yang berkaitan dengan puisi yang hendak kita tulis. Jadi imajinasi adalah sesuatu yang alpa dalam penulisan puisi.
Puisi yang bersifat positif, harus mengetengahkan ide yang benar atau apa saja yang berkaitan dengan kebaikan, keluhuran, kebeningan dengan penuh rasa kesederhanaan. Bahasa dalam puisi tidak semestinya bahasa yang tinggi, tapi sarat dengan kesederhanaan dalam puisi.
Perlu ada daya kelembutan bahasa yang serba harmonis sifatnya. Puisi yang baik tidak mengabaikan tatabahasa. Namun, terkadang bahasa puisi telah tergolong sendiri sesuai dengan selera penulis dan sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis. Banyak yang membuat pembaharuan dalam teknik penyampaian, tanpa meninggalkan etika bahasa itu sendiri.
Baca Juga Unsur Musikalisasi Puisi
Salam Nektarity :)
Referensi:
Waluyo, Herman J. 1987. Teori Puisi dan Apresiasinya. Airlangga.
Darma, Budi. 1984. Sejumlah Esai Sastra. PT Karya Unipress.
Bachri, Soetardji Colzoum. 2001. O, Amuk, Kapak. Horison.
Rosidi, Adjib. 1995. Sastra dan Budaya (Kedaerahan dalam Keindonesiaan). Pustaka Jaya
Ikram, Achdiati, Ed. 1988. Bungan Rampai Bahasa, Sastra dan Budaya. Intermasa
__________2000. Sumber Terpilih Sejarah Sastra Abad XXI. Kepustakaan Populer Gramedia
3 komentar:
Terimakasih infonya, kak.
Kalau ada contoh-contoh puisi yang baik, mohon diposting juga...
bisa dilihat contohnya di http://www.alisakit.com/2010/12/lovaphobia-kumpulan-puisi-yang.html :D
Saya lebih suka dengan gaya penulisan puisi Kahlil Gibran. Cara membuatnya juga mudah dan lebih indah.
Posting Komentar